BESOKERJA – Puluhan buruh lakukan aksi boikot Aice, sebuah brand es krim ternama yang cukup populer di Indonesia.
Rasanya yang nikmat dan harganya yang terjangkau, membuat produk-produk Aice sangat laris manis di pasaran.
Ya, segala sesauatu yang disajikan kepada konsumen pasti selalu menggiurkan.
Tapi berbeda dengan apa yang terjadi di balik tembok produksi perusahaan yang berlokasi di Cikarang Barat, Kabupaten Bekasi ini.
PT. Alpen Food Industry yang menaungi merk dagang Aice menjadi target amarah netizen lantaran diduga melakukan banyak pelanggaran terhadap hak pekerjanya.
Awal Kisruh Buruh Boikot Aice
Kemarahan netizen terhadap PT. Alpen Food Industry berawal dari mengudaranya tagar Boikot Aice di Twitter pada Senin malam (27/6/22).
Bagi segelintir netizen yang sering mengonsumsi es krim satu ini, pasti menjadi tanda tanya, ada apa sebenarnya?
Gerakan boikot ini dilakukan oleh para buruh yang pernah bekerja di perusahaan produsen es krim tersebut.
Bukan tanpa sebab, gerakan ini dilakukan lantaran adanya dugaan pelanggaran hak karyawan yang dilakukan oleh manajemen PT. Alpen Food Industry.
Pihak manajemen PT. Alpen Food Industry diduga melakukan PHK secara sepihak terhadap beberapa karyawan pada tahun 2020 lalu.
Banyak Tuntutan Lain yang Dilayangkan
Tidak hanya tentang PHK secara sepihak, puluhan buruh ini juga melayangkan beberapa tuntutan lainnya yang juga dianggap merugikan karyawan.
Salah satu yang cukup mencengangkan adalah tuntutan atas kesehatan reproduksi karyawan, dimana sepanjang tahun 2019, puluhan buruh wanita mengalami keguguran.
Hal ini dipicu oleh sistem kerja yang berlebihan terhadap karyawan yang sedang mengandung, seperti kerja di malam hari dan mengangkat barang berat.
Selain itu, beberapa hak lain seperti hak cuti dan upah yang layak pun juga turut dilayangkan oleh buruh yang memboikot Aice.
Mereka mengatakan, karyawan wanita sangat sulit mendapatkan cuit haid dan beberapa kali karyawan mengalami penurunan nominal upah.
Hingga kini belum ada konfirmasi lebih lanjut dari pihak PT. Alpen Food Industry untuk menanggapi kejadian ini.
Namun, pada 2020 lalu, pihak manajemen sempat menyangkal tuduhan yang dilayangkan para pendemo.
Mereka mengklaim, manajemen telah melakukan PHK sesuai dengan prosedur yang berlaku berdasarkan pasal 6 Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor 232 Tahun 2003.